LAPORAN PRATIKUM VII
UJI
ANTI MIKROBA
Oleh :
Nama : Syahirul Alim
Nim : 1512220022
Dosen
Pengampu
1. Awalul Fatiqin, Msi
2. Ike Apriani, Msi
3. Riri Novita Sunarti, Msi
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN
KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2017
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mikroorganisme adalah
makhluk hidup yang memiliki aktivitas yang berupa tumbuh dan berkembang. Kadang
kala pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme ini terganggu. Hal ini dapat
dipengaruhi baik dari mikroba itu sendiri ataupun dari luar. Salah satu
pengaruh yang paling berkompoten adalah antimikroba. Anti mikroba adalah
senyawa yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme hidup. Senyawa yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik dan yang dapat
membunuh bakteri disebut bakterisida. Atau dengan kata lain disebut juga
antiboitika yaitu bahan-bahan yang bersumber hayati yang pada kadar rendah
sudah menghambat pertumbuhan mikroorganisme hidup (Gobel, 2008).
Antibiotik adalah bahan
yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis yang dalam jumlah kecil mampu
menekan menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya. Antibiotik memiliki
spektrum aktivitas antibiosis yang beragam. Antiseptik adalah zat yang biasa
digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme berbahaya
(patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup. Secara umum,
antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun disinfektan. Disinfektan yaitu
suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada
permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah sedangkan antiseptik
digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan tubuh,
misalnya kulit. Zat antiseptik yang umum digunakan diantaranya adalah iodium,
hidrogen peroksida dan asam borak. Kekuatan masing-masing zat antiseptik
tersebut berbeda-beda.
Ada yang memiliki
kekuatan yang sangat tinggi, ada pula yang bereaksi dengan cepat ketika membunuh
mikroorganisme dan sebaliknya. Sebagai contoh merkuri klorida, zat antiseptik
yang sangat kuat, akan tetapi dapat menyebabkan iritasi bila digunakan pada
bagian tubuh atau jaringan lembut. Perak nitrat memiliki kekuatan membunuh yang
lebih rendah, tetapi aman digunakan pada jaringan yang lembut, seperti mata
atau tenggorokan. Iodium dapat memusnahkan mikroorganisme dalam waktu kurang
dari 30 detik. Antiseptik lain bekerja lebih lambat, tetapi memiliki efek yang
cukup lama. Kekuatan suatu zat antiseptik biasanya dinyatakan sebagai
perbandingan antara kekuatan zat antiseptik tertentu terhadap kekuatan
antiseptik dari fenol (pada kondisi dan mikroorganisme yang sama), atau yang
lebih dikenal sebagai koefisien fenol (coefficient of phenol). Fenol sendiri, pertama
kali digunakan sebagai zat antiseptik oleh Joseph Lister pada proses pembedahan
(Dwidjoseputro, 1994).
Antiseptik adalah zat
yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh mikroorganisme
berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar mahluk hidup
seperti pada permukaan Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan
maupun disinfektan. Misalnya obat-obatan seperti antibiotik dapat membunuh
mikroorganisme secara internal, sedangkan disinfektan berfungsi sebagai zat untuk
membunuh mikroorganisme yang terdapat pada benda yang tidak bernyawa. Mekanisme kerja
antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda, misalnya saja dengan
mendehidrasi (mengeringkan) bakteri, sel bakteri, mengkoagulasi (menggumpalkan)
cairan di sekitar bakteri, atau meracuni sel bakteri. Beberapa contoh
antiseptik diantaranya adalah yodium (povidene iodine 10%), hydrogen peroksida,
etakridin laktat (rivanol), dan alkohol
(Ayumi,2011).
Aktivitas antibakteri
diuji dengan metode difusi agar menggunakan cakram kertas dan dengan metode
pengenceran agar. Metode difusi agar dilakukan dengan cara mencampur sebanyak
50 ml masing-masing suspense Bakteri ke dalam 15 ml media agar yang telah
dicairkan dalam cawan petri dan kemudian dibiarkan menjadi padat. Cakram kertas
dengan diameter 6 mm diletakkan pada permukaan media padat. Dibiarkan selama 3
menit pada suhu kamar sebelum dimasukkan ke incubator 370 C. Antibiotika pertama
kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929, yang secara kebetulan
menemukan suatu zat antibakteri yang sangat efektif yaitu penisilin. Penisilin
ini pertama kali dipakai dalam ilmu kedokteran tahun 1939 oleh Chain dan
Florey. antbiotik ialah suatu bahan kimia yang dikeluarkan oleh
jasadrenik/hasil sintetis semi-sintetis yang mempunyai struktur yang sama dan
zat ini dapatmerintangi/memusnahkan jasad renik lainnya (Widjajanti, 1996).
Zat antimikroba adalah
senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Zat
antimikroba dapat bersifat membunuh mikroorganisme (microbicidal) atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme (microbiostatic). Disinfektan
yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada
permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah. Adapun antiseptik
adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme
pada jaringan tubuh, misalnya kulit. Efisiensi dan efektivitas disinfektan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, Konsentrasi, Waktu terpapar, Jenis mikroba, dan Kondisi lingkungan:
temperatur, pH dan jenis tempat hidup. Antibiotik
yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil maupun
spiril,dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibotik yang
hanya efektif untuk spesies tertentu, disebut antibiotik yang spektrumnya
sempit. Penisilin hanya efektif untuk memberantas terutama jenis kokus, oleh
karena itu penisilin dikatakan mempunyai spektrum yang sempit. Tetrasiclin
efektif bagi kokus, basil dan jenis spiril tertentu. Oleh karena itutetrasiclin
dikatakan mempunyai spectrum luas (Dwidjoseputro, 2003).
B. Tujuan
praktikum
Adapun tujuan dari prtaikum ini yaitu Agar mahasiswa dapat
melakukan pengujian daya antimikroba terhadap bakteri dan Agar mahasiswa dapat
mengidentifikasi bakteri uji terhadap anti mikroba
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Mikroba
Mikroba
mampu hidup dan ditemukan pada kondisi yang ekstrim seperti suhu, salinitas, pH
yang relatif tinggi atau rendah dan lingkungan yang berkadar garam tinggi
dimana organisme lain tidak dapat hidup. Mikroba yang dapat hidup dan tumbuh
pada lingkungan panas dikenal sebagai mikroba termofilik. Pada lingkungan yang
ekstrim tersebut, bakteri termofilik dapat menghasilkan enzim dengan sifat
tahan terhadap suhu tinggi (Sari, 2012).
Bakteri
kitinolitik merupakan kelompok bakteri yang mampu menghasilkan enzim kitinase
untuk menguraikan zat kitin. Isolat bakteri kitinolitik dapat diperoleh dari
sumber air panas, tanah dan lumpur, serta dari sumber perairan lain seperti
sungai dan laut. enzim kitinase yang hasilkan oleh bakteri kitinolitik berasal
dari perairan berperan dalam proses daur ulang kitin, dengan adanya enzim
kitinase ini maka proses penguraian kitin berlangsung berkesinambungan sehingga
tidak terjadi akumulasi dari sisa-sisa cangkang udang, kepiting, cumi-cumi dan
organisme perairan lainnya. Bakteri kitinolitik dapat diperoleh dengan cara
mengisolasi atau memindahkan bakteri tersebut dari lingkungannya di alam bebas
ke dalam medium buatan (Fitri dan Yasmin, 2012).
B.
Antibiotik
dan Antiseptik
Antibiotik
adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme atau sintetis yang dalam
jumlah kecil mampu menekan menghambat atau membunuh mikroorganisme lainnya.
Antibiotik memiliki spektrum aktivitas antibiosis yang beragam. Antiseptik
adalah zat yang biasa digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh
mikroorganisme berbahaya (patogenik) yang terdapat pada permukaan tubuh luar
mahluk hidup. Secara umum, antiseptik berbeda dengan obat-obatan maupun
disinfektan. Disinfektan yaitu suatu senyawa kimia yang dapat menekan
pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan
pisau bedah sedangkan antiseptik digunakan untuk menekan pertumbuhan
mikroorganisme pada jaringan tubuh, misalnya kulit. Zat antiseptik yang umum
digunakan diantaranya adalah iodium, hidrogen peroksida dan asam borak.
Kekuatan masing-masing zat antiseptik tersebut berbeda-beda (Sutanto, 2002).
Antiseptik
merupakan bahan kimia yang mencegah multiplikasi organisme pada permukaan
tubuh, dengan cara membunuh mikroorganisme tersebut atau menghambat pertumbuhan
dan aktivitas metaboliknya. Antiseptik perlu dibedakan dengan antibiotik yang
membunuh mikroorganisme dalam tubuh makhluk hidup, dan desinfektan yang
membunuh mikroorganisme pada benda mati. Namun antiseptik sering pula disebut
sebagai desinfektan kulit. Hampir semua bahan kimia yang dipakai sebagai
antiseptik dapat pula berperan sebagai desinfektan. Hal ini ditentukan oleh
konsentrasi bahan tersebut. Biasanya konsentrasi bahan yang digunakan sebagai
antiseptik lebih rendah daripada desinfektan (Desiyanto, 2013).
Antibiotic
adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme , dan zat-zat itu dalam
jumlah yang sedikit pun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme yang
lain. Antibiotik yang pertama dikenal adalah penisilin, suatu zat yang dihasilkan
oleh jamur penicilium. Sp. Penisilin ditemukan oleh flerning pada tahun 1929,
namun baru sejak tahun 1943 antibiotik ini banyak digunakan sebagai pembunuh
bakteri. Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri dikatakan
mempunyai spectrum luas, sebaliknya antibiotic yang hanya efektif untuk spesies
tertentu mempunyai spectrum yang sempit. Sebelum suatu antibiotic digunakan
untuk keperluan pengobatan, maka perlulah terlebih dahulu antibiotic diuji
efeknya terhadap spesies bakteri tertentu. Sesuai dengan keperluan, maka suatu
antibiotic dapat diberikan kepada seorang pasien dengan jalan penyuntikan dapat
dilakukan dengan intra moskular (Dwidjoseputro, 2005).
C. Bahan Anti Mikroba
Senyawa
antimikroba adalah bahan pengawet yang berfungsi untuk menghambat kerusakan
pangan akibat aktivitas mikroba. Sejarah penggunaan pengawet didalam bahan
pangan sendiri bermula dari penggunaan garam, asap dan asam (proses fermentasi)
untuk mengawetkan pangan. Sejumlah bahan antimikroba kemudian dikembangkan dengan
tujuan untuk menghambat atau membunuh mikroba pembusuk (penyebab kerusakan
pangan) dan mikroba patogen (penyebab keracunan pangan) (Sonyaza, 2009).
Kekuatan
antibiotic yang diproduksi harus disesuaikan dengan “Internasional Standard Sample” dan satuan
internasional. Pada umumnya contoh baku internasional dari suatu antibiotic
mengandung sejumlah antibiotic yang telah dimurnikan secara teliti, baik
terhadap kekuatannya maupun keaktifannya. Ada beberapa cara untuk menentukan
preparat antibiotic. Penentuan kekuatan ini dapat dilakukan dengan tujuan
sebagai berikut, menghitung daerah penghambatan dalam dalam lempeng agar dapat
menentukan kosentrasi terkecil yang masih dapat menghambat pertumbuhan (MIC) dari suatu antibiotic terhadap
organisme yang belum diketahui , dan untuk mengetahui konsentrasi antibiotic
yang dapat tercapai dalam cairan tubuh atau jaringan (Irianto, 2006).
D.
Jenis
Zat Antiseptik
Sabun
merupakan suatu bahan yang untuk membersihkan kulit baik dari kotoran maupun
bakteri. Sabun yang dapat membunuh bakteri dikenal dengan sabun antiseptic.
Sabun antiseptik atau disebut juga dengan sabun obat mengandung asam lemak yang
bersenyawa dengan alkali dan ditambah dengan zat kimia atau bahan obat. Sabun
ini berguna untuk mencegah, mengurangi ataupun menghilangkan penyakit atau
gejala penyakit pada kulit. Sabun antiseptik memiliki kemampuan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri baik bakteri gram positif maupun gram negative
(Fitri, 2013).
Dalam
aktivitas kita sehari-hari tangan seringkali terkontaminasi dengan mikroba,
sehingga tangan dapat menjadi perantara masuknya mikroba ke dalam tubuh kita.
Aktivitas alcohol sebagai antimikroba adalah dengan cara mendenaturasi protein
bakteri sehingga mengganggu proses metabolism sel bakteri yang menyebabkan
kematian sel bakteri. Alkohol efektif membunuh bakteri Gram positif dan bakteri
Gram negatif. Alkohol juga efektif untuk membuhuh jamur (Radji, 2007).
Logam
berat berfungsi sebagai antimikroba oleh karena dapat mempresipitasikan enzim -
enzim atau protein esensial dalam sel. Logam-logam berat yang umum dipakai
adalah Hg, Ag, As, Zr dan Cu. Daya antimikroba dari logam berat, dimana pada
konsentrasi yang kecil saja dapat membunuh mikroba dinamakan daya oligodinamik.
Tetapi garam dari logam berat ini mudah merusak kulit, merusak alat - alat yang
terbuat dari logam, dan harganya mahal (Pelczar, 2007)
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.
Waktu
dan Tempat
Praktikum tentang uji anti mikroba dilaksanakan
pada hari kamis ,
tanggal 14 juni2017, pukul 15.00-17.00 di laboratorium biologi, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) raden afatah Palemabang.
B.
Alat
dan Bahan
1. Alat
Adapun
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah
bunsen, cawan petri, incubator, jarum ose, penggaris, pinset, perforator, dan
stopwatch.
2. Bahan
Adapun
Bahan yang dipakai pada praktikum ini adalah
betadine, iodium, kertas buram, kertas saring, sabun yang mengandung
antiseptic, media NA cair, media yang berisi mikroba, wipol. Inokulasikan secara
merata biakan murni ke permukaan media NA
secara aseptic. Media
NA dipanaskan hingga cair. Tuangkan media NA ke dalam cawan petri. Biarkan
hingga membentuk gel.
C.
Cara
Kerja
1. Direndam
kertas saring tersebut di dalam zat antiseptic selama 15 menit.
2.
Disiapkan sejumlah zat
antiseptic yang diuji.
3. Dibuat
kertas hisap menggunakan kertas saring yang dibentuk bulat menggunakan
perforator.
4. Cawan
petri berisi media yang steril di bagi menjadi 4 sektor sesuai dengan
antiseptic.
BAB IV
HASIL DAN PEMBASAN
A.
Hasil
Sampel
|
Zona
|
Hamabatan
|
|
Rata-rata
|
|
I
|
II
|
III
|
|
Rinso
|
2,5
|
3
|
-
|
3,5
|
Bitandin
|
1,6
|
1,3
|
-
|
2,9
|
Alkohol
|
0,
|
-
|
-
|
0,067
|
Antibiotik
|
3
|
2,3
|
3,5
|
6,467
|
Rinso I = 1 - 0,5 = 2,5 Rinso
II = 3,5- 0,5 = 3
Bitadin I = 2,1 – 0,5 =1,6 Bitadin
II = 1,8 – 0,5 =1,3
Alkohol I = 0,7 -0,5 = 0,2 Antibiotik
I = 3,5 – 0,5 = 3
Antibiotik II = 2,8 – 0,5 = 2,3 Antibiotik III = 4 – 0,5 = 3,5
B.
Pembahasan
Cawan
petri yang dibagi menjadi empat bagian, dimasing-masing bagian terdapat kertas
saring yang sudah dibentuk bulat menggunakan perforator dan telah direndam
dimasing-masing zat antiseptic. Hasil menunjukkan bahwa setiap cawan petri
berbeda. Cawan petri pertama, berisi kertas saring yang direndam iodium
terlihat bersih. Artinya, tak ada menandakan mikroba tumbuh. Kertas saring yang
direndam rinso I,
II, dan III. juga terlihat bersih.
Namun, yang direndam dengan rinso
terdapat mikroba dengan diameter zona I
hambat 2,5 dan zona II 3.
Cawan
petri kedua, berisi kertas saring yang direndam iodium terlihat ada mikroba
dengan diameter zona I hambat
1,3 cm. Kertas saring yang
direndam bitadin terlihat
bersih. Namun, yang direndam dengan betadine terdapat mikroba dengan diameter
zona II hambat 1,6. Cawan
petri ketiga, sama seperti cawan petri kedua. Artinya, ada dua yang bersih dan
yang lain ditumbuhi mikroba. Hanya berbeda pada diameternya. Kertas saring yang
direndam iodium terlihat ada mikroba dengan diameter zona I 0,2 hambat . Kertas saring
yang direndam BItadin
dan sabun terlihat bersih. Namun, yang direndam dengan alkohol terdapat mikroba dengan
diameter zona I hambat
0,2. Cawan petri keempat,
berisi kertas saring yang direndam iodium terlihat ada mikroba dengan diameter
zona I hambat
3. Kertas saring yang
direndam antibiotik pada zona II dengan
hambatan 2,3 dan zona III dengan hambatan 3,5.
Menurut
Sumarno (2002), Betadine adalah nama dari sebuah antiseptik yang tersedia bebas
yang digunakan untuk mengobati luka kecil pada mamalia. Betadine juga digunakan
untuk mempersiapkan kulit sebelum operasi, karena merupakan mikrobisida topikal
kuat berspektrum luas yang mengandung 10% povidon-iodin. Iodin povidon (bahasa
Inggris: povidone-iodine, PVP-I) adalah sebuah polimer larut air yang mengandung
sekitar 10% iodin aktif, jauh lebih ditoleransi kulit, tidak memperlambat
penyembuhan luka, dan meninggalkan deposit iodin aktif yang dapat menciptakan
efek berkelanjutan. Keuntungan antiseptik berbasis iodin adalah cakupan luas
aktivitas antimikrobanya. Iodin menewaskan semua patogen utama berikut
spora-sporanya, yang sulit diatasi oleh desinfektan dan antiseptik lain. Sabun biasa tidak
banyak khasiatnya sebagai zat pembunuh bakteri (bakterisida), tetapi kalau
dicampur dengan heksaklorofen daya bunuhnya menjadi besar sekali. Sejak lama
obat pencuci yang mengandung ion (deterjen) banyak digunakan sebagai pengganti
sabun. Deterjen tidak hanya bersifat bakteriostatik, melainkan juga merupakan
bakterisida. Terutama bakteri yang bersifat Gram positif.
Hasil
menunjukkan bahwa pada iodium dan betadine terdapat zona hambat. Zona Hambat
merupakan tempat dimana bakteri terhambat pertumbuhan nya akibat antibakteri
atau antimikroba. Zona hambat adalah daerah untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada media agar oleh antibiotic. Perbedaan disetiap cawan petri
dikarenakan pada perlakuan kurang aseptic. Perlakuan aseptik ialah perlakuan
yang bertujuan terbebas dari mikroorganisme. Aseptik diimbangi dengan
sterilisasi yang merupakan upaya untuk menghilangkan kontamina mikroorganisme
yang menempel pada alat atau bahan yang akan dipergunakan untuk analisa
selanjutnya.
Menurut
Sumarno (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi zona hambat adalah sebagai
berikut. Kekeruhan suspensi
bakteri. Kurang keruh, zona hambat lebih besar. Lebih keruh diameter zona
hambatan makin sempit.. Waktu
pengeringan/pengeresapan suspensi bakteri kedalam Moellerhiton Agar. Tidak
boleh lebih dari batas waktu yang dibolehkan. Karena dapat mempersempit
diameter zona hambatan, Temperatur
inkubasi. Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, inkubasi dilakukan pada
35oC, kadang-kadang ada bakteri yang kurang subur pertumbuhannya. Waktu
inkubasi. Hampir semua cara menggunakan waktu inkubasi 16-18 jam. Kurang dari
16 jam pertumbuhan bakteri belum sempurna sehingga sukar dibaca/diameter zona
hambatan lebih besar. Lebih dari 18 jam pertumbuhan lebih sempurna sehingga
zona hambatan makin sempit. Tebalnya
agar-agar. Ketebalan agar-agar sekitar 4 mm. Kurang dari itu difusi obat lebih
cepat, lebih dari itu difusi obat akan terjadi lambat. Jarak antara disc obat.
Yang dianjurkan minimal 15 mm, untuk menghindari terjadinya zona hambatan yang
tumpang tindih. Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif.
Istilah ini berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit tetapi tidak
membahayakan inang. Seringkali, toksisitas selektif lebih bersifat relative dan
bukan absolute. Ini berarti bahwa suatu obat yang pada konsentrasi tertentu
dapat ditoleransi oleh inang, dapat merusak parasit. Antibiotic yang ideal
harus memenuhi syarat-syarat yaitu mempunyai kemampuan untuk mematikan atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang luas dan tidak menimbulkan
terjadinya resistensi dari mikroorganisme pathogen.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengujian daya antimikroba terhadap bakteri
menggunakan kertas hisap yaitu kertas saring yang telah direndam didalam zat
antiseptic yang digunakan selama 15 menit. Pengidentifikasian bakteri uji terhadap
antimikroba dengan mengukur diameter zona hambat dari pertumbuhan bakteri. Zona
Hambat merupakan tempat dimana bakteri terhambat pertumbuhan nya akibat
antibakteri atau antimikroba. Hasil menunjukkan bahwa pada iodium dan betadine
merupakan antiseptic yang lemah dibandingkan alkohol dan antibiotik.
B.
Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan yaitu sebaiknya guna alat yang di gunakan pada setiap pratikum
haruslah di bersihkan terlebih dahulu dan di persiapkan 30 menit sebelum
melakukan pratktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro.
2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi.
Djambatan. Jakarta.
Greenwood. 1995.
Mikrobiologi. UGM Press. Yogyakarta.
Irianto. 2006. Biologi Interaktif. Ganeca Exact.
Jakarta.
Pelczar.
2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi.
Penerbit Universitas Indonesia (U I Press). Jakarta.
Radji,
dkk. 2007. Uji Efektivitas Antimikroba
Beberapa Merek Dagang Pembersih Tangan Antiseptik. Majalah Ilmu
Kefarmasian. Vol.IV, No.1. Hal: 5.
Sari,
dkk. 2012. Penapisan dan Karakterisasi
Bakteri Selulolitik Termofilik Sumber Air Panas Sungai Medang, Kerinci,
Jambi. Jurnal Biologi Universitas Andalas. Vol.1, No.2. Hal: 166.
Sonyaza.
2009. Kimia Lingkungan. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Sumarno.
2000. Teknik Dasar Pemeliharaan Mikroba.
Intan Prawira. Jakarta.
Sutanto.
2002. Penerapan pertanian organic.
Kanisius. Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment