LAPORAN
PRAKTIKUM V
PENGECATAN BAKTERI
PENGECATAN BAKTERI
Oleh :
Nama : Syahirul Alim
Nim : 1512220022
Dosen
Pengampu
1. Awalul Fatiqin, Msi
2. Ike Apriani, Msi
3. Riri Novita Sunarti, Msi
PROGRAM STRUDI
PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bakteri
bersifat tidak berwarna atau transparan bukan saja karena ukurannya sangat
kecil juga karena warna selnya transparan sehingga apabila berada pada medium
berair sangat sulit dilihat, apalagi dalam kondisi hidup. Untuk mengamati
bakteri yang kecil dan sulit dilihat pada kondisi aslinya, maka dilakukan upaya
untuk mewarnai atau memasukkan zat warna yang dapat mengotori (staining) atau mengubah penampakan dari
keadaan transparan menjadi berwarna kontras. Metode pewarnaan dengan warna
biologi menjadi prosedur yang penting dalam hubungannya dengan pengamatan
mikrobiologi dengan mikroskop cahaya (Subandi, 2014).
Pewarnaan
sederhana seperti namanya adalah tipe pewarnaan paling sederhana. Pada
pewarnaan ini hanya digunakan satu macam zat pewarna. Pewarnaan ini biasanya
hanya digunakan untuk mengamati bentuk-bentuk morfologi seperti kokus, basil,
spiral dan bermacam-macam variasinya, caranya hanyalah dengan meneteskan olesan
yanag telah difiksasi dengan zat pewarna basa seperti safranin, metilene biru,
Kristal violet, dan karbol fuchsin. Lama
pendedahan untuk metilene biru selama 1-2 menit, kristalviolet 2-60 detik dabn
karbol fuchsin dengan air mengalir dan dikeringkan dengan hati-hati dengan
kertas penghisap. Setelah kering dilakukan pengamatan dengan mikroskop dengan
pembesaran lemah kemudian dilanjutkan dengan pembesaran kuat. Pada pewarnaan
ini chromogen dari zat pewarna yang bermuatan positif akan berikatan dengan
asam nukleat atau komponen sel lainnya yang bermuatan negatif, sehingga
bagian-bagian sel tersebut akan nampak berwarna (Alkarim, 2005).
Tujuan
Pengecatan sederhana ialah untuk membedakan bakteri dari benda-benda mati lain
yang bukan bakteri dan untuk melihat bentuk dan ukurannya. larutan cata hanya
terdiri dari satu bahan cata yang dilarutakan dalam suatu bahan pelarut.
Bahan-bahan yang banyaak dipakai untuk keperluan ini adalah karbol fuksin,
krital violet, dan methylen blue. Untuk
pengetcatan ini digunakan lebih dari satu macam bahan cat. dengan cara ini
bahan-bahan cat yang dipakai adakalanya terpisah, atau adakalnya dicampur dan
digunakan dalam satu larutan. dua macam pengecatan yang terpenting dari
golongan ini ialah pengecatan gram dan pengecatan tahan asam seperti pengecatan
ziehl-naelsen (Irianto, 2012).
B.
Tujuan
Adapun
tujuan praktikum mengenai Pengecetan / Pewarnaan bakteri yaitu mengamati marfologi bakteri, mengamati idan membedakan struktur yang terdapat dalam sel dan juga untuk
membedakan kelomok bakteri berdasarkan reaksinya terhadaat warna yang sekaligus
menujukan sifat
bakteri tersebut, dan untuk mepelajri p5ewarnaan sora bakteri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pewarnaan
Bakteri
Bakteri
merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran mikroskopis). Bakteri rata-rata berukuran lebar 0,5-1 mikron dan
panjang hingga 10 mikron (1 mikron = 10-3 mm). itu berarti pula
bahwa jasad ini tipis sekali sehingga tembus cahaya. Akibatnya pada mikroskop
tidak tampak jelas dan sukar untuk melihat bagian-bagiannya. Untuk melihat
bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan zat warna, pewarnaan ini
disebut pengecetan bakteri (Irianto, 2006).
Menurut
Irianto (2006), adapun pengecatan bakteri sudah dilakukan sejak permulaan
berkembanganya mikrobiologi di pertengahan abad-19 oleh Louis Pasteur dan
Robert Koch. Pada umumnya, ada dua macam zat warna (bahan cat) yang sering
dipakai, yaitu sebagai berikut :
1. Zat
warna yang bersifat asam, komponen warnanya adalah anion, biasanya dalam bentuk
garam natrium.
2. Zat
warna yang bersifat alkalis, dengan komponen warna kation, biasanya dalam
bentuk klorida.
Zat warna biologi merupakan senyawa
organik yang mengandung cincin benzena bersama suatu kromofor dan suatu
kelompok auksokrom. Benzena adalah pelarut organik yang tidak berwarna,
sedangkan kromofor adalah radikal kimia yang memberikan warna pada benzena.
Benzena dengan kromofor membentuk senyawa yang berwarna yang disebut kromogen.
Kromogen adalah senyawa yang bukan merupakan zat warna. Auksokrom adalah
senyawa kimia yang menyebabkan ionisasi kromogen (mampu membentuk garam) dan
dapat mengikat serat atau suatu jaringan. Auksokrom dengan kromogen membentuk
zat warna. Berbagai
teknik pengecatan dikenal untuk memudahkan pengamatan bakteri dan
mikroorganisme lainnya. dikenal tipe teknik pengecatan sederhana dan pengecatan
diferensial. Pengecatan sederhana adalah pengecatan yang menggunakan satu jenis
zat warna. Pengecatan sederhana digunakan untuk mengamati bentuk morfologi
bakteri yang terdiri dari bentuk kokus, basilus, atau spiral, dan pengamatan
terhadapa susuanan hidup bakter, seperti susunan rantai, klaster, pasangan atau
tetrad. Pengecatan diferensial
adalah pengecatan dengan zat warna yang kontras. Ada dua macam pnegacatan yang
termasuk dalam pewarnaan diferensial yaitu pengecatan gram dan pengecatan
bakteri yang tahan asam (acid-past). Pengecatahn ini bertujuan melihat
struktur mikroorgsnisme seperti dalam pengecatan flagella, kapsul, sporal dan
pengecatan inti sel (Subandi, 2014).
Visualisasi bakteri dalam keadaan hidup
sangat sulit, tidak hanya karena ukurannya yang kecil tetapi juga karena selnya
transran dan praktis tidak berwarna di dalam medium cair. Oleh karena itu agar
diperoleh hasil pengamatan yang akurat sel bakteri perlu diberi warna terlebih
dahulu sebelum diamati dengan mikroskop cahaya. Pewarnaan dilakukan pada
sedikit biakan yang disebar atau dioleskan di ats gelas objek. Olesan ini
kemudiaan dikeringkan pada suhu kamar dan difiksaspa kali gelas preparati
(dilekatkan eratkan) pada permukaan gelas preparat. Fiksasi dilakukan dengan
cara melewatkan beberapa kali gelas preparat di atas nyala Bunsen. Fiksasi
cara ini dikenal dengan nama fiksasi
panas. Jika sudah dingin olesan siap untuk diberi warna (Alkarim, 2005).
Bakteri bersifat tidak berwarna atau
transfaran bukan saja karena ukurannya sangat kecil juga karena warna selnya
transfaran sehingga apabila berada pada berair sangat sulit dilihat, apalagi
dalam kondisi hidup. Untuk mengamati bakteri yang kecil dan sulit dilihat pada
kondisi alsinya, maka dilakukan upaya untuk mewarnai atau memasukkan zat warna
yang dapat mengotori (staining) mengubah penampakan dari keadaan
transfaran menjadi berwarna kontras. Metode pewarnaan dengan warna biologi
menjadi prosedur yang penting dalam hubungannya dengan pengamatan mikrobiologi
dengan mikroskop cahaya (Subandi, 2014).
Tidak selalu fiksasi panas dapat
dilakukan, sebab pada mikroorganisme tertentu yang tidak tahan panas, pengaruh
panas dapat merusak penampilan sel bakteri yang diamati. Sebagai altenatif,
dapat digunakan methanol untuk melekatkan bakteri pada gelas preparat. Cara ini
dilakukan dengan meneteskan beberapa tetes methanol pada permukaan olesan yang
telah dikering anginkan. Fiksasi dengan cara ini dikenal juga dengan nama
fiksasi dingin (Alkarim, 2005).
B.
Tipe-Tipe
Pewarnaan
1.
Pewarnaan sederhana
Pewarnaan
sederhana seperti namanya adalah tipe pewarnaan paling sederhana. Pada
pewarnaan ini hanya digunakan satu macam zat pewarna. Pewarnaan ini biasanya
hanya digunakan untuk mengamati bentuk-bentuk morfologi seperti kokus, basil,
spiral dan bermacam-macam variasinya, caranya hanyalah dengan meneteskan olesan
yanag telah difiksasi dengan zat pewarna basa seperti safranin, metilene biru,
Kristal violet, dan karbol fuchsin. Lama
pendedahan untuk metilene biru selama 1-2 menit, kristalviolet 2-60 detik dabn
karbol fuchsin dengan air mengalir dan dikeringkan dengan hati-hati dengan
kertas penghisap. Setelah kering dilakukan pengamatan dengan mikroskop dengan
pembesaran lemah kemudian dilanjutkan dengan pembesaran kuat. Pada pewarnaan
ini chromogen dari zat pewarna yang bermuatan positif akan berikatan dengan
asam nukleat atau komponen sel lainnya yang bermuatan negatif, sehingga bagian-bagian
sel tersebut akan nampak berwarna (Alkarim, 2005).
Pewarnaan
sederhana adalah pewarnaan yang hanya menggunakan satu jenis warna. Pewarnaan
sederhana digunakan untuk mengamati bentuk morfologi bakteri yang terdiri dari
bentuk kokus, basilus atau spiral, dan pengamatan terhadap susunan hidup
bakteri, seperti susunan rantai, klaster, pasangan atau tetrad (Subandi, 2014).
Pewarnaan
sederhana adalah pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain
dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarnaan pada lapisan tipis, atau
olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederna. Lapisan tadi
digenangi dengan larutan pewarna selama jangka waktu tertentu, kemudian larutan
itu dicuci dengan air dan kaca objeknya dikeringkan dengan kertas pengisap. biasanya
sel-sel itu terwarnai secara merata. Akan tetapi, pada beberapa organisme,
terutama bilamana zat pewarnaan itu biru metilen, beberapa granula didalam sel
tanpak terwarnai lebih gelap ketimbang bagian-bagian sel lainnya (Pelczar,
1986).
Dalam
pengecatan sederhana, film bakteri diwarnai dengan satu jenis reagen-zat
pewarna. Zat pewarna basa dengan kromogen yang bermuatan positif lebih mudah
dikerjakan karena asam nukleat dan komponen dinding sel mikroorganisme
bermuatan negative yang sangat kuat mengikat kromogen nation. Zat warna yang
umum adalah mitilen biru, Kristal violet, dan karbon fuchsin. Akan tetapi,
harus diperhatikan, zat-zat warna tersebut waktu pemakaiannya berbeda, karbol
fuchsin memerlukan waktu 15-30 detik. krital violet 20-60 detik dan metilen
biru 60-120 detik (Subandi, 2014).
2.
Perwanaan differential
Pewarnaan
differensial menggunakan 2 macam zat pewarnayang memiliki sifat berlawabnan.
Tujuan pewarnaan ini umumnya untuk pemisahan kelompok seperti pewarnaan gram
dan pewarnaan tahan asam serta visualisasi perbedaan struktur seperti pewarnaan
flagella, kapsul, spora dan pewarnaan initi.
adapun sebelum melaksanakan pewarnaan terlebih
dahulu harus disiapkan preparat yang akan diwarnai. Langkah-langkahnya adalah
sebagai berikut, Siapkan
gelas objek bersih dan bebas lemak dengan cara dibilas terlebih dahulu dengan
alkohol 95 % hingga bersih. Siapkan
bakteri yang akan diwarnai. Biakan dapat berasal dari media alami, cair atau
media padat. Ambil
1 atau 2 ose biakan dan tempatkan ditengah-tengah gelas objek. Teteskan dengan
setetes akuades steril bila biakan berasal dari medium padat (alami,buatan)
sedangkan jika biakan berasal dari medium cair penetesan dengan akuades tidak
diperlukan. Dengan
ujung ose sebarkan biakan tadi dengan cara menggerakkan ujung ose memutar mulai
dari bagian tengah melebar kea rah luar sampai diperoleh apusan tipis
berdiemeter 1-2 cm.Selanjutnya lakukan fiksasi dengan cara
mengangin-anginkannya di udara (fiksasi dingin) atau melewatkannya di batas
nyala Bunsen beberapa kali (fiksasi panas) hingga apusan tampak kering dan
transparan. Kadang kala diperlukan penetasan dengan formalin 1% untuk
memastikan mikroorganisme yang akan diwarnai benar-benar mati. Apusan yang telah
kering tersebut siap untuk diwarnai sesuai dengan yang diinginkan. Harus
diingat tidak semua macam pewarnaan memerlukan pembuatan apusan dengan fiksasi
panas (Alkarim, 2005).
Teknik
pewarnaan diferensial adalah prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di
antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Dengan teknik ini
biasanya digunakan lebih dari satu larutan zat pewarna atau reagen pewarnaan
(Pelezar, 1986).
Untuk
pengetcatan ini digunakan lebih dari satu macam bahan cat. dengan cara ini
bahan-bahan cat yang dipakai adakalanya terpisah, atau adakalnya dicampur dan
digunakan dalam satu larutan. dua macam pengecatan yang terpenting dari
golongan ini ialah pengecatan gram dan pengecatan tahan asam seperti pengecatan
ziehl-naelsen (Irianto, 2012).
C. Macam-Macam Pewarnaan
1.
Pewarnaan Negatif
Pada
pewarnaan negatif dibutuhkan zat pewarna asam seperti eosin dan nigrosin.
Chromogen dari zat pewarna asam bermuatan negatif dan oleh karena permukaan sel
bakteri juga bermuatan negatif, maka zat warna tidak dapat melakukan penetrasi
ke dalam sel. Akibatnya sel bakteri yang tidak terwarnai dan yang terwanai
adalah latar belakangnya saja. Sel bakteri yang tidak berwarna menjadi Nampak
kontras dengan latar belakangnya yang berwarna. Pewarnaan negatif memiliki 2
keunggulan, yaitu pertama, karena fiksasi panas tidak dilakukan dan sel tidak
menjadi target dari bahan kimia, maka bentuk dan ukuran sel bakteri yang
teramati mencerminkan keadaan alaminya. Kedua, dapat diaplikasikan untuk
mengamati jenis-jenis bakteri yang sulit diwarnai sseperti beberapa kelompok
Spirillum (Alkarim, 2005).
2.
Pewarnaan Gram
Pada
tahun 1884 seorang dokter Denmark Cristian Gram menemukan metode pewarnaan yang
sangat penting di bidang bakteriologi, yang diberi nama pewarnaan gram. Menurut
Allkarim adapun pewarnaan gram dibutuhkan 4 macam reagent kimia, yaitu :
a.
Pewarnaan primer, biasa
digunakan Crystal Violet yang berwarna violet yang berfungsi untuk memberikan
warna pada semua bagian sel. Setelah ditetesi dengan pewarna ini semua bagian
sel akan tampak berwarna biru gelap.
b.
Mordan, digunakan
Gram’s Iodine, berfungsi mengintensifkan warna primer. Ikatan kompleks crystal
violet-iodine (CV-I) mengintensifkan warna primer sehingga semua bagian sel
tampak biru gelap. Pada bakteri gram positif, komplek CV-I akan berikatan
dengan komponen magnesium dari RNA sehingga terbentuk kompleks Mg-RNA-CV-I
sehingga sulit dilarutkan pada waktu pemberian peluntur zar warna. Pada bakteri
gram negative hal ini tidak terjadi.
c.
Peluntur warna (de
colorizing agent), biasa digunakan Etil-Alkohol (95%) yang berfungsi sebagai
pelarut lipid dan penghidrasi protein sel. Aksinya ditentukan oleh kandungan
lipid pada dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri gram positif memiliki
kandungan lipid rendah sehingga zat pewarna primer mampu menembus dindibng sel
sampai ke RNA dan terbentuk kompleks Mg-RNA-CV-I. Pada kondisi demikian zat
pewarna primer tidak dapat dilunturkan. Pada bakteri gram negattif konsentrasi
lipid tinggi membentuk lapisan tebal pada bagian luar dinding sel. Ketika
dilakukan pewarnaan dengan pewarna primer, zat warna tidak dapat menembus
dinding sel dan sebagian besar tertahan pada lapisan lipid. Ketika diberi
peluntur zat warna terrlarut bersama lapisan lipid sehingga sel bakteri menjadi
tidak berwarna kembali.
d.
Pewarna Kontras
(Counterstain), ddiguanakn safranin yang memberikan warna merah pda bakteri
yang telah kehilangan primer. Sel bakteri gram negative yang telah kehilangan
warna primer sekarang dapat menyerap safranin sehingga berwarna merah sedangkan
bakteri gram positif tetap berwarna biru. Pewarnaan gram bakteri dibedakan atas
bakteri Gram Positif dan bakteri Gram Negatif.
3. Pewarnaan Tahan Asam
(Ziel-Neelsen Method)
Spora
bakteri adalah endospora. Endospora tersebut dapat mudah dilihat sebagai benda-benda
intraseluler yang refraktil dalam suspense sel yang tidak dicat atau sebagai
daerah kosong (tidak berwarna) dalam preparat yang dicat secara konvensional.
Dinding spora itu relative tidak permeable, tetapi zat-zat warna dapat
diserapkan ke dalamnya dengan jalan memanaskan proparat tersebut. Sifat tidak
permeable ini mencegah dekolorisasi spora oleh alkohol bila diperlakukan dalam
waktu yang sama seperti pada dekolorisasi sel-sel vegetatif. Bagian vegetatif
sel ini dicat dengan warna kontras. Spora biasanya dicat dengan zat warna hijau
atau karbolfuksin (Irianto, 2006).
Pewarnaan
ini merupakan prosedur untuk membedakan bakteri menjadi 2 kelompok tahan asam
dan tidak tahan asam. Sejumlah jenis bakteri utama bakteri terutama dari genus Mycobacterium seperti M. tuberculosis dan M. leprae btidak dapat atau sulit dilakukan dengan pewarnaan
sederhana maupun pewarnaan Gram. Pada dinding selnya terdapat lapisan lilin
(lipoidal) yang membuat zat warna sangat sulit melakukan penetrasi. Bila zat
warna yang telah terpenetrasi tidak dapat dilarutkan dengan alcohol asam, maka
bakteri tersebut disebut tahan asam sedangkan sebaliknya disebut tidak tahan
asam. Pada pewarnaan tahan asam digunakan 3 reagent yang berbeda:
a. Pewarna
primer, diguanan Carbol Fuchsin. Carbol fuchsin pewarna fenolik yang larut di
dalam materi-materi lipoidal dan mampu melakukan penetrasi dan retensi sehingga
sel berwarna merah. Agar carbol fuchsin mampu melewati lapisan lipoid dan
samapi ke sitoplasma dibutuhkan aplikasi panas. Modifikasi dari metode ini
tidak menggunakan panas tetapi dilakukan penambahan turgitol ke dalan zat
pewarna. Setelah diaplikasikan dengan zat pewarna primer sel tampak berwarna
merah.
b. Peluntur
warna, digunakan alcohol asam (3% HCl + 95% alcohol). Sebelum dekolorisasi dilakukan
apusan didinginkan terlebih dahulu agar lapisan lipoid pada dinding sel
mengeras kembali. Pada aplikasi dekolorisasi bakteri tahann asam akan resisten,
warna primer tetap bertahan sehingga bakteri tampak berwarna merah. Pada
bakteri tidak tahan asam pewarna primer sebagian besar tertahan oleh lapisan
lilin dan larut ketika dilakukan dekolorisasi sehingga sel bakteri menjadi
tidak terwarnai atau tidak berwarna.
c. Pewarna
kontras, dilakukan metilen biru. Sel bakteri tidak tahan asam yang tekah
kehilangan warna primer akan menyerap pewarna terakhir ini sehingga berwarna
biru. Sel bakteri tahan asam tetap berwarna merah.
Pewarnaan
ini pelaksaannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan
pemanasan dan tidak menggunakan pemanasan. Pada metode dengan pemanasan olesan
preparat ditempatkan di atas hot plate, lalu diteteskan dengan meneteskan
carbol fuchsin dicampur turgitol selama 3-5 menit. Setelah pemberian zat warna
selesai, dilakukan pembilasan dengan air mengalir lalu dikeringkan. Selanjutnya
preparat ditetesi dengan alcohol asam tetes demi tetes sampai alcohol yang
mengalir tampak jernih. Terakhir preparat ditetesi dengan metilen blue selama
dua menit, dikeringkan dan diamati di bawah Mikroskop.
4. Pewarnaan
Spora (Schaeffer-Fulton Method)
Sejumlah
genus bakteri anaerobic seperti genera Clostridium
dan Sulfomaclatum dan genusb
aerobic seperti Bacillus merupakan
contoh mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk eksis baik pada kondisi
metabolisme aktif atau tidak aktif. Bentuk dalam kondisi metabolisme aktif
disebut sebagai sel vegetative sedangkan dalam bentuk kondisi metabolisme tidak
memungkinkan untuk melanjtukan aktivitas sel-sel ini mampu melakukan
sporogenesis yang menghasilkan suatu bentuk intraseluler yang disebut
endospore. Endospore diliputi oleh suatu lapisan yang sangat resisten yang
disebut kulit spora (coats). Bila kondisi demikian berlangsung kontinyu
ebndospora akan membebaskan diri dari sel vegetatifnya disebut spora. Kulit dri
sora sangat tahan terhadap pengaruh merusak dari gangguan seperti umumnya sifat
dari zat pewarna. Bila kondisi lingkungan kembali normal spora ini akan
mengalami germanisasi kembali membentuk sel vegetative baru. Pewarnaan spora
menggunakan 3 macam reagent.
a. Pewarna
primer, menggunakan Malachite green, yang diperlukan untuk mewarnai baik bagian
vegetative maupun spora.
b. Peluntur
Spora, digunakan air mengalir. Pewarna primer yang diserap oleh spora tidak
dapat dilunturkan dengan air.
5. Pewarnaan
Kapsul
Beberapa jenis bakteri dapat membentuk zat lender di
sekitar tubuhnya. Kadang-kadang lender ini menjadi padat, sehingga merupakan
bentuk yang tetap sebagian lapisan luar. Lapisan ini dikenal sebagai kapsul.
Kapsul tidak mempunyai afinitas yang besar terhadap bahan-bahan cat basa.
Beberapa kapsul mudah rusak oleh gangguan mekanis atau larut bila dicuci dengan
air. Karena kapsul dari berbagai spesies berbeda dengan susunan zat-zatnya,
maka tidak semua kapsul dapat diperlihatkan dengan proses pengecetan yang sama
(Irianto, 2006).
Menurut Alkarim (2005), adapun beberapa pewarnaan
kapsul digunakan 2 reagent sebagai
berikut :
a. Pewarnaan
primer digunakan Crystal violet. Sel
bakteri akan tampak sebagai titik kebiruan sedangkan kapsul tampak di
sekelilingnya berwarna biru gelap.
b.
Peluntur dan pewarna
kontras, digunakan copper sulfat 20%.
Kapsul tidak mengandung ion oleh karena itu zat pewarna primer tidaklah
berikatan secara kimia. Copper sulfate
bertindak sebagai peluntur untuk menarik zat warna primer yang terserap oleh
kapsul dan pada saat yang sama Copper
sulfate akan diserap oleh materi kapsul sehingga memberikan warna kontras
dengan sel bakteri. Kapsul akan tampak biru terang dan sel bakteri ungu gelap.
c.
Pada pewarnaan ini
preparat yang digunakan adalah preparat yang dibuat dengan tidak menggunakan
fiksasi panas. Preparat ini selanjutnya diteteskan dengan Crystal violet selama 5-7 menit lalu dengan Copper sulfat. Setelah preparat dibersihkan dilakukan pengamatan
dengan mikroskop.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A.
Waktu dan Tempat
Adapun
praktikum mengenai Pengecatan/Pewarnaan
Bakteri ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 25 Mei 2017 pukul 15.00 sampai dengan 16.30 WIB. Praktikum ini
dilaksanakan di Laboratorium
Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN)
Raden Fatah Palembang.
B.
Alat dan Bahan
1.
Alat
Adapun alat-alat yang digunakan untuk praktikum Pengecatan/Pewarnaan
Bakteri ini yaitu, Kaca Objek, Tisu, Jarum Ose, Mikroskop, Bunsen, Nampan, dan
Peneras air.
2.
Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk praktikum Pengecatan/Pewarnaan
bakteri ini yaitu, Bakteri yang akan diuji, Aquades, Metilen Blue, Gentian
Violet (kristal violet), larutan Iodium, alkohol 96%, dan larutan Safranin.
C.
Cara Kerja
1.
Ambil kaca object
glass.
2.
Bersihkan object
glass tersebut dengan tisu.
3.
Sterilkan jarum ose
dengan dijilatkan pada api bunsen sampai merah bata.
4.
Lalu, ambillah
bakteri yang akan diamati dengan menggunakan jarum ose yang sudah dipanaskan
tadi.
5.
Oleskan pada kaca
objek cukup dengan satu kali, sampai setipis mungkin agar pada saat diamati di bawah
mikroskop tampak jelas.
6.
Fiksasikan dengan
api bunsen (lewatkan di atas api bunsen 2-3 kali).
7.
Kemudian tetesi
dengan pewarna kristal violet sebanyak 1 tetes, kemudian diamkan selama kurang
lebih 1 menit. Setelah 1 menit, Cuci dengan aquades, dan keringkan dengan cara
diangin-anginkan.
8.
Setelah kering,
tetesi dengan larutan Iodin, diamkan selama 1 menit, dan cuci dengan aquades,
dan keringkan.
9.
Tetesi alkohol 96%
dan diamkan selama 1 menit, dan cuci kembali dengan aquades, dan keringkan
kembali.
10. Terakhir, tetesi dengan larutan Safranin dan diamkan
selama 45 detik, dan cuci kembali dengan aquades, dan keringkan.
11. Setelah itu, amati dengan menggunakan Mikroskop.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Tabel 1. Pengamatan
Perwarnaan Bakteri
No
|
Gambar
|
Warna
|
Bentuk
|
1.
|
|
Merah
|
Kokus
|
E.Coli
|
|||
2.
|
|
Merah
|
Spiral
|
Shigella
|
|||
3.
|
|
Merah
|
Kokus
|
Shigella
|
|||
4.
|
|
Merah,
bintik-bintik
|
Kapang
atau Jamur
|
Kapang
|
B.
Pembahasan
Berdasarkan pengamatan tentang Pengecetan atau
pewarnaan bakteri bahwa pada percobaan pertama adalah mengambil biakan bakteri
dan meletakkan pada gelas objek yang sudah dibersihkan terlebih dahulu.
Begitupun dengan jarum ose, harus dilakukan pembakaran terlebih dahulu sebelum
menggunakan jarum ose. Setelah itu, meratakan sampel kemudian difiksasi.
Setelah melakukan fiksasi, pewarnaan mulai dilakukan yaitu pertama meneteskan
gram A (Kristal violet) pada permukaan preparat kemudian meratakan sampai
tertutupi oleh kristal violet tersebut. Setelah 1 menit, preparat dicuci dengan
air mengalir sampai bersih. Kemudian melanjutkan pewarnaan dengan meneteskan
gram B (mordan lugol dan iodine) dan mendiamkan selama I menit kemudian
preparat dicuci dengan air mengalir, setelah bersih dilanjutkan dengan
meneteskan gram C (larutan peluntur) dan didiamkan selama 30 detik kemudian
dicuci dengan air mengalir. Dan terakhir adalah meneteskan gram D (larutan
safranin) pada permukaan preparat, setelah itu dicuci dengan air mengalir. Dan
langsung mencuci dengan air mengalir. Setelah selesai melakukan pewarnaan, sediaan
diamati dengan mikroskop.
Menurut
Subandi, (2014), Dalam pengecatan
sederhana, film bakteri diwarnai dengan satu jenis reagen-zat pewarna. Zat
pewarna basa dengan kromogen yang bermuatan positif lebih mudah dikerjakan
karena asam nukleat dan komponen dinding sel mikroorganisme bermuatan negative
yang sangat kuat mengikat kromogen nation. Zat warna yang umum adalah mitilen
biru, Kristal violet, dan karbon fuchsin. Akan tetapi, harus diperhatikan,
zat-zat warna tersebut waktu pemakaiannya berbeda, karbol fuchsin memerlukan
waktu 15-30 detik. krital violet 20-60 detik dan metilen biru 60-120 detik.
Pada pengamatan kedua dengan perbesaran 10x10
dengan media SSA, terdapat bakteri Shigella berwarna merah berbentuk spiral.
Sedangkan pada pengamatan yang ketiga dengan menggunakan SSA (Salmonella
Shigella Agar) terdapat bakteri shigella berwarna merah, berbentuk kokus. Dan
pada pengamatan keempat dengan menggunakan media SSA didapat bukanlah bakteri
namun melainkan kapang atau jamur, hal ini dikarenakan kesalahan teknis saat
pengambilan bakteri dari media tersebut.
Menurut
Alkarim (2005), pada pewarnaan negatif dibutuhkan zat pewarna asam seperti
eosin dan nigrosin. Chromogen dari zat pewarna asam bermuatan negatif dan oleh
karena permukaan sel bakteri juga bermuatan negatif, maka zat warna tidak dapat
melakukan penetrasi ke dalam sel. Akibatnya sel bakteri yang tidak terwarnai
dan yang terwanai adalah latar belakangnya saja. Sel bakteri yang tidak
berwarna menjadi Nampak kontras dengan latar belakangnya yang berwarna.
Pewarnaan negatif memiliki 2 keunggulan, yaitu pertama, karena fiksasi panas
tidak dilakukan dan sel tidak menjadi target dari bahan kimia, maka bentuk dan
ukuran sel bakteri yang teramati mencerminkan keadaan alaminya. Kedua, dapat
diaplikasikan untuk mengamati jenis-jenis bakteri yang sulit diwarnai sseperti
beberapa kelompok Spirillum.
Media
yang digunakan terdiri dari EMBA (Eosin Methylene Blue Agar) dan SSA
(Salmonella Shigella Agar) dan bakteri gram negatif yang digunakan berupa E.
coli dan Shigella. Pada pengamatan pertama dengan menggunakan media EMBA,
setelah melewati proses sebelum tahap pengamatan pada mikroskop, ternyata yang
terlihat pada mikroskop berupa bakteri E.coli berwarna merah dan berbentuk
kokus.
Menurut Irianto (2006). pewarnaan gram negatif
ini pelaksanaannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan
pemanasan dan tidak menggunakan pemanasan. Pada metode dengan pemanasan olesan
preparat ditempatkan di atas hot plate, lalu diteteskan dengan meneteskan carbol fuchsin dicampur turgitol selama
3-5 menit. Setelah pemberian zat warna selesai, dilakukan pembilasan dengan air
mengalir lalu dikeringkan. Selanjutnya preparat ditetesi dengan alkohol asam
tetes demi tetes sampai alkohol yang mengalir tampak jernih. Terakhir preparat
ditetesi dengan metylen blue selama
dua menit, dikeringkan dan diamati di bawah Mikroskop. Pada pewarnaan ini
bakteri gram negatif tampak berwarna merah.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dapat di ketaahui dari hasil dan pelaksanaan praktikum ini ada
beberapa tipe pewarnaan, diantaranya ada Pewarnaan
sederhana, Perwanaan differential. Pewarnaan Gram, dan lain sebagainya. Pewarnaan
ini pelaksaannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan
pemanasan dan tidak menggunakan pemanasan. Pada metode dengan pemanasan olesan
preparat ditempatkan di atas hot plate, lalu diteteskan dengan meneteskan
carbol fuchsin dicampur turgitol selama 3-5 menit. Pewarnaan gram negatif
ini pelaksanaannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan
pemanasan dan tidak menggunakan pemanasan
dan sebagai contoh Pada Pewarna
primer, diguanan Carbol Fuchsin. Carbol fuchsin pewarna fenolik yang larut di
dalam materi-materi lipoidal dan mampu melakukan penetrasi dan retensi sehingga
sel berwarna merah
B.
Saran
Sebaiknya praktikum dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi
kesalahan dalam melakukan pengecetan atau pewarnaan bakteri serta
diperoleh adanya bakteri,
warna dan menjaga kesetrilisasian.
DAFTAR PUSTAKA
Akarim, Nazip. Mikrobilogi
dasar. Palembang. Fkip UNSRI
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Malang:
Djambatan.
Irianto, Koes. 2012. Mikrobiologi. Bandung: CV.Yama Widya.
Pelczar, Michael dan Chan. 2008.Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta:
UI-Press.
Subandi. 2012. Mikrobiologi Perkembangan, kajian dan Pengamatan dalam Perspektif Islam.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment