Saturday, April 6, 2019

LAPORAN PRAKTIKUM V PENGECATAN BAKTERI


LAPORAN PRAKTIKUM V
PENGECATAN BAKTERI
logo uin.jpg

Oleh :
Nama         : Syahirul Alim
Nim            : 1512220022



Dosen Pengampu
1.  Awalul Fatiqin, Msi
2.   Ike Apriani, Msi
3.   Riri Novita Sunarti, Msi



PROGRAM STRUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) RADEN FATAH PALEMBANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bakteri bersifat tidak berwarna atau transparan bukan saja karena ukurannya sangat kecil juga karena warna selnya transparan sehingga apabila berada pada medium berair sangat sulit dilihat, apalagi dalam kondisi hidup. Untuk mengamati bakteri yang kecil dan sulit dilihat pada kondisi aslinya, maka dilakukan upaya untuk mewarnai atau memasukkan zat warna yang dapat mengotori (staining) atau mengubah penampakan dari keadaan transparan menjadi berwarna kontras. Metode pewarnaan dengan warna biologi menjadi prosedur yang penting dalam hubungannya dengan pengamatan mikrobiologi dengan mikroskop cahaya (Subandi, 2014).
Pewarnaan sederhana seperti namanya adalah tipe pewarnaan paling sederhana. Pada pewarnaan ini hanya digunakan satu macam zat pewarna. Pewarnaan ini biasanya hanya digunakan untuk mengamati bentuk-bentuk morfologi seperti kokus, basil, spiral dan bermacam-macam variasinya, caranya hanyalah dengan meneteskan olesan yanag telah difiksasi dengan zat pewarna basa seperti safranin, metilene biru, Kristal violet, dan karbol fuchsin.  Lama pendedahan untuk metilene biru selama 1-2 menit, kristalviolet 2-60 detik dabn karbol fuchsin dengan air mengalir dan dikeringkan dengan hati-hati dengan kertas penghisap. Setelah kering dilakukan pengamatan dengan mikroskop dengan pembesaran lemah kemudian dilanjutkan dengan pembesaran kuat. Pada pewarnaan ini chromogen dari zat pewarna yang bermuatan positif akan berikatan dengan asam nukleat atau komponen sel lainnya yang bermuatan negatif, sehingga bagian-bagian sel tersebut akan nampak berwarna (Alkarim, 2005).
Tujuan Pengecatan sederhana ialah untuk membedakan bakteri dari benda-benda mati lain yang bukan bakteri dan untuk melihat bentuk dan ukurannya. larutan cata hanya terdiri dari satu bahan cata yang dilarutakan dalam suatu bahan pelarut. Bahan-bahan yang banyaak dipakai untuk keperluan ini adalah karbol fuksin, krital violet, dan methylen blue. Untuk pengetcatan ini digunakan lebih dari satu macam bahan cat. dengan cara ini bahan-bahan cat yang dipakai adakalanya terpisah, atau adakalnya dicampur dan digunakan dalam satu larutan. dua macam pengecatan yang terpenting dari golongan ini ialah pengecatan gram dan pengecatan tahan asam seperti pengecatan ziehl-naelsen (Irianto, 2012).



B.       Tujuan
Adapun tujuan praktikum mengenai Pengecetan / Pewarnaan bakteri yaitu mengamati marfologi bakteri, mengamati idan membedakan struktur yang terdapat dalam sel dan juga untuk membedakan kelomok bakteri berdasarkan reaksinya terhadaat warna yang sekaligus menujukan sifat bakteri tersebut, dan untuk mepelajri p5ewarnaan sora bakteri.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.      Pewarnaan Bakteri
Bakteri merupakan organisme yang sangat kecil (berukuran mikroskopis). Bakteri  rata-rata berukuran lebar 0,5-1 mikron dan panjang hingga 10 mikron (1 mikron = 10-3 mm). itu berarti pula bahwa jasad ini tipis sekali sehingga tembus cahaya. Akibatnya pada mikroskop tidak tampak jelas dan sukar untuk melihat bagian-bagiannya. Untuk melihat bakteri dengan jelas, tubuhnya perlu diisi dengan zat warna, pewarnaan ini disebut pengecetan bakteri (Irianto, 2006).
Menurut Irianto (2006), adapun pengecatan bakteri sudah dilakukan sejak permulaan berkembanganya mikrobiologi di pertengahan abad-19 oleh Louis Pasteur dan Robert Koch. Pada umumnya, ada dua macam zat warna (bahan cat) yang sering dipakai, yaitu sebagai berikut :
1.   Zat warna yang bersifat asam, komponen warnanya adalah anion, biasanya dalam bentuk garam natrium.
2.   Zat warna yang bersifat alkalis, dengan komponen warna kation, biasanya dalam bentuk klorida.
Zat warna biologi merupakan senyawa organik yang mengandung cincin benzena bersama suatu kromofor dan suatu kelompok auksokrom. Benzena adalah pelarut organik yang tidak berwarna, sedangkan kromofor adalah radikal kimia yang memberikan warna pada benzena. Benzena dengan kromofor membentuk senyawa yang berwarna yang disebut kromogen. Kromogen adalah senyawa yang bukan merupakan zat warna. Auksokrom adalah senyawa kimia yang menyebabkan ionisasi kromogen (mampu membentuk garam) dan dapat mengikat serat atau suatu jaringan. Auksokrom dengan kromogen membentuk zat warna. Berbagai teknik pengecatan dikenal untuk memudahkan pengamatan bakteri dan mikroorganisme lainnya. dikenal tipe teknik pengecatan sederhana dan pengecatan diferensial. Pengecatan sederhana adalah pengecatan yang menggunakan satu jenis zat warna. Pengecatan sederhana digunakan untuk mengamati bentuk morfologi bakteri yang terdiri dari bentuk kokus, basilus, atau spiral, dan pengamatan terhadapa susuanan hidup bakter, seperti susunan rantai, klaster, pasangan atau tetrad. Pengecatan diferensial adalah pengecatan dengan zat warna yang kontras. Ada dua macam pnegacatan yang termasuk dalam pewarnaan diferensial yaitu pengecatan gram dan pengecatan bakteri yang tahan asam (acid-past). Pengecatahn ini bertujuan melihat struktur mikroorgsnisme seperti dalam pengecatan flagella, kapsul, sporal dan pengecatan inti sel (Subandi, 2014).
Visualisasi bakteri dalam keadaan hidup sangat sulit, tidak hanya karena ukurannya yang kecil tetapi juga karena selnya transran dan praktis tidak berwarna di dalam medium cair. Oleh karena itu agar diperoleh hasil pengamatan yang akurat sel bakteri perlu diberi warna terlebih dahulu sebelum diamati dengan mikroskop cahaya. Pewarnaan dilakukan pada sedikit biakan yang disebar atau dioleskan di ats gelas objek. Olesan ini kemudiaan dikeringkan pada suhu kamar dan difiksaspa kali gelas preparati (dilekatkan eratkan) pada permukaan gelas preparat. Fiksasi dilakukan dengan cara melewatkan beberapa kali gelas preparat di atas nyala Bunsen. Fiksasi cara  ini dikenal dengan nama fiksasi panas. Jika sudah dingin olesan siap untuk diberi warna (Alkarim, 2005).
Bakteri bersifat tidak berwarna atau transfaran bukan saja karena ukurannya sangat kecil juga karena warna selnya transfaran sehingga apabila berada pada berair sangat sulit dilihat, apalagi dalam kondisi hidup. Untuk mengamati bakteri yang kecil dan sulit dilihat pada kondisi alsinya, maka dilakukan upaya untuk mewarnai atau memasukkan zat warna yang dapat mengotori (staining) mengubah penampakan dari keadaan transfaran menjadi berwarna kontras. Metode pewarnaan dengan warna biologi menjadi prosedur yang penting dalam hubungannya dengan pengamatan mikrobiologi dengan mikroskop cahaya (Subandi, 2014).
Tidak selalu fiksasi panas dapat dilakukan, sebab pada mikroorganisme tertentu yang tidak tahan panas, pengaruh panas dapat merusak penampilan sel bakteri yang diamati. Sebagai altenatif, dapat digunakan methanol untuk melekatkan bakteri pada gelas preparat. Cara ini dilakukan dengan meneteskan beberapa tetes methanol pada permukaan olesan yang telah dikering anginkan. Fiksasi dengan cara ini dikenal juga dengan nama fiksasi dingin (Alkarim, 2005).

B.       Tipe-Tipe Pewarnaan
1.         Pewarnaan sederhana
Pewarnaan sederhana seperti namanya adalah tipe pewarnaan paling sederhana. Pada pewarnaan ini hanya digunakan satu macam zat pewarna. Pewarnaan ini biasanya hanya digunakan untuk mengamati bentuk-bentuk morfologi seperti kokus, basil, spiral dan bermacam-macam variasinya, caranya hanyalah dengan meneteskan olesan yanag telah difiksasi dengan zat pewarna basa seperti safranin, metilene biru, Kristal violet, dan karbol fuchsin.  Lama pendedahan untuk metilene biru selama 1-2 menit, kristalviolet 2-60 detik dabn karbol fuchsin dengan air mengalir dan dikeringkan dengan hati-hati dengan kertas penghisap. Setelah kering dilakukan pengamatan dengan mikroskop dengan pembesaran lemah kemudian dilanjutkan dengan pembesaran kuat. Pada pewarnaan ini chromogen dari zat pewarna yang bermuatan positif akan berikatan dengan asam nukleat atau komponen sel lainnya yang bermuatan negatif, sehingga bagian-bagian sel tersebut akan nampak berwarna (Alkarim, 2005).
Pewarnaan sederhana adalah pewarnaan yang hanya menggunakan satu jenis warna. Pewarnaan sederhana digunakan untuk mengamati bentuk morfologi bakteri yang terdiri dari bentuk kokus, basilus atau spiral, dan pengamatan terhadap susunan hidup bakteri, seperti susunan rantai, klaster, pasangan atau tetrad (Subandi, 2014).
Pewarnaan sederhana adalah pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarnaan pada lapisan tipis, atau olesan, yang sudah difiksasi, dinamakan pewarnaan sederna. Lapisan tadi digenangi dengan larutan pewarna selama jangka waktu tertentu, kemudian larutan itu dicuci dengan air dan kaca objeknya dikeringkan dengan kertas pengisap. biasanya sel-sel itu terwarnai secara merata. Akan tetapi, pada beberapa organisme, terutama bilamana zat pewarnaan itu biru metilen, beberapa granula didalam sel tanpak terwarnai lebih gelap ketimbang bagian-bagian sel lainnya (Pelczar, 1986).
Dalam pengecatan sederhana, film bakteri diwarnai dengan satu jenis reagen-zat pewarna. Zat pewarna basa dengan kromogen yang bermuatan positif lebih mudah dikerjakan karena asam nukleat dan komponen dinding sel mikroorganisme bermuatan negative yang sangat kuat mengikat kromogen nation. Zat warna yang umum adalah mitilen biru, Kristal violet, dan karbon fuchsin. Akan tetapi, harus diperhatikan, zat-zat warna tersebut waktu pemakaiannya berbeda, karbol fuchsin memerlukan waktu 15-30 detik. krital violet 20-60 detik dan metilen biru 60-120 detik (Subandi, 2014).
2.         Perwanaan differential
Pewarnaan differensial menggunakan 2 macam zat pewarnayang memiliki sifat berlawabnan. Tujuan pewarnaan ini umumnya untuk pemisahan kelompok seperti pewarnaan gram dan pewarnaan tahan asam serta visualisasi perbedaan struktur seperti pewarnaan flagella, kapsul, spora dan pewarnaan initi.
 adapun sebelum melaksanakan pewarnaan terlebih dahulu harus disiapkan preparat yang akan diwarnai. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut, Siapkan gelas objek bersih dan bebas lemak dengan cara dibilas terlebih dahulu dengan alkohol 95 % hingga bersih. Siapkan bakteri yang akan diwarnai. Biakan dapat berasal dari media alami, cair atau media padat. Ambil 1 atau 2 ose biakan dan tempatkan ditengah-tengah gelas objek. Teteskan dengan setetes akuades steril bila biakan berasal dari medium padat (alami,buatan) sedangkan jika biakan berasal dari medium cair penetesan dengan akuades tidak diperlukan. Dengan ujung ose sebarkan biakan tadi dengan cara menggerakkan ujung ose memutar mulai dari bagian tengah melebar kea rah luar sampai diperoleh apusan tipis berdiemeter 1-2 cm.Selanjutnya lakukan fiksasi dengan cara mengangin-anginkannya di udara (fiksasi dingin) atau melewatkannya di batas nyala Bunsen beberapa kali (fiksasi panas) hingga apusan tampak kering dan transparan. Kadang kala diperlukan penetasan dengan formalin 1% untuk memastikan mikroorganisme yang akan diwarnai benar-benar mati. Apusan yang telah kering tersebut siap untuk diwarnai sesuai dengan yang diinginkan. Harus diingat tidak semua macam pewarnaan memerlukan pembuatan apusan dengan fiksasi panas (Alkarim, 2005).
Teknik pewarnaan diferensial adalah prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan di antara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikroba. Dengan teknik ini biasanya digunakan lebih dari satu larutan zat pewarna atau reagen pewarnaan (Pelezar, 1986).
Untuk pengetcatan ini digunakan lebih dari satu macam bahan cat. dengan cara ini bahan-bahan cat yang dipakai adakalanya terpisah, atau adakalnya dicampur dan digunakan dalam satu larutan. dua macam pengecatan yang terpenting dari golongan ini ialah pengecatan gram dan pengecatan tahan asam seperti pengecatan ziehl-naelsen (Irianto, 2012).


C.      Macam-Macam Pewarnaan
1.     Pewarnaan Negatif
Pada pewarnaan negatif dibutuhkan zat pewarna asam seperti eosin dan nigrosin. Chromogen dari zat pewarna asam bermuatan negatif dan oleh karena permukaan sel bakteri juga bermuatan negatif, maka zat warna tidak dapat melakukan penetrasi ke dalam sel. Akibatnya sel bakteri yang tidak terwarnai dan yang terwanai adalah latar belakangnya saja. Sel bakteri yang tidak berwarna menjadi Nampak kontras dengan latar belakangnya yang berwarna. Pewarnaan negatif memiliki 2 keunggulan, yaitu pertama, karena fiksasi panas tidak dilakukan dan sel tidak menjadi target dari bahan kimia, maka bentuk dan ukuran sel bakteri yang teramati mencerminkan keadaan alaminya. Kedua, dapat diaplikasikan untuk mengamati jenis-jenis bakteri yang sulit diwarnai sseperti beberapa kelompok Spirillum (Alkarim, 2005).
2.    Pewarnaan Gram
Pada tahun 1884 seorang dokter Denmark Cristian Gram menemukan metode pewarnaan yang sangat penting di bidang bakteriologi, yang diberi nama pewarnaan gram. Menurut Allkarim adapun pewarnaan gram dibutuhkan 4 macam reagent kimia, yaitu :
a.         Pewarnaan primer, biasa digunakan Crystal Violet yang berwarna violet yang berfungsi untuk memberikan warna pada semua bagian sel. Setelah ditetesi dengan pewarna ini semua bagian sel akan tampak berwarna biru gelap.
b.         Mordan, digunakan Gram’s Iodine, berfungsi mengintensifkan warna primer. Ikatan kompleks crystal violet-iodine (CV-I) mengintensifkan warna primer sehingga semua bagian sel tampak biru gelap. Pada bakteri gram positif, komplek CV-I akan berikatan dengan komponen magnesium dari RNA sehingga terbentuk kompleks Mg-RNA-CV-I sehingga sulit dilarutkan pada waktu pemberian peluntur zar warna. Pada bakteri gram negative hal ini tidak terjadi.
c.         Peluntur warna (de colorizing agent), biasa digunakan Etil-Alkohol (95%) yang berfungsi sebagai pelarut lipid dan penghidrasi protein sel. Aksinya ditentukan oleh kandungan lipid pada dinding sel bakteri. Dinding sel bakteri gram positif memiliki kandungan lipid rendah sehingga zat pewarna primer mampu menembus dindibng sel sampai ke RNA dan terbentuk kompleks Mg-RNA-CV-I. Pada kondisi demikian zat pewarna primer tidak dapat dilunturkan. Pada bakteri gram negattif konsentrasi lipid tinggi membentuk lapisan tebal pada bagian luar dinding sel. Ketika dilakukan pewarnaan dengan pewarna primer, zat warna tidak dapat menembus dinding sel dan sebagian besar tertahan pada lapisan lipid. Ketika diberi peluntur zat warna terrlarut bersama lapisan lipid sehingga sel bakteri menjadi tidak berwarna kembali.
d.        Pewarna Kontras (Counterstain), ddiguanakn safranin yang memberikan warna merah pda bakteri yang telah kehilangan primer. Sel bakteri gram negative yang telah kehilangan warna primer sekarang dapat menyerap safranin sehingga berwarna merah sedangkan bakteri gram positif tetap berwarna biru. Pewarnaan gram bakteri dibedakan atas bakteri Gram Positif dan bakteri Gram Negatif.

3.    Pewarnaan Tahan Asam (Ziel-Neelsen Method)
Spora bakteri adalah endospora. Endospora tersebut dapat mudah dilihat sebagai benda-benda intraseluler yang refraktil dalam suspense sel yang tidak dicat atau sebagai daerah kosong (tidak berwarna) dalam preparat yang dicat secara konvensional. Dinding spora itu relative tidak permeable, tetapi zat-zat warna dapat diserapkan ke dalamnya dengan jalan memanaskan proparat tersebut. Sifat tidak permeable ini mencegah dekolorisasi spora oleh alkohol bila diperlakukan dalam waktu yang sama seperti pada dekolorisasi sel-sel vegetatif. Bagian vegetatif sel ini dicat dengan warna kontras. Spora biasanya dicat dengan zat warna hijau atau karbolfuksin (Irianto, 2006).
Pewarnaan ini merupakan prosedur untuk membedakan bakteri menjadi 2 kelompok tahan asam dan tidak tahan asam. Sejumlah jenis bakteri utama bakteri terutama dari genus Mycobacterium seperti M. tuberculosis dan M. leprae btidak dapat atau sulit dilakukan dengan pewarnaan sederhana maupun pewarnaan Gram. Pada dinding selnya terdapat lapisan lilin (lipoidal) yang membuat zat warna sangat sulit melakukan penetrasi. Bila zat warna yang telah terpenetrasi tidak dapat dilarutkan dengan alcohol asam, maka bakteri tersebut disebut tahan asam sedangkan sebaliknya disebut tidak tahan asam. Pada pewarnaan tahan asam digunakan 3 reagent yang berbeda:
a.       Pewarna primer, diguanan Carbol Fuchsin. Carbol fuchsin pewarna fenolik yang larut di dalam materi-materi lipoidal dan mampu melakukan penetrasi dan retensi sehingga sel berwarna merah. Agar carbol fuchsin mampu melewati lapisan lipoid dan samapi ke sitoplasma dibutuhkan aplikasi panas. Modifikasi dari metode ini tidak menggunakan panas tetapi dilakukan penambahan turgitol ke dalan zat pewarna. Setelah diaplikasikan dengan zat pewarna primer sel tampak berwarna merah.
b.      Peluntur warna, digunakan alcohol asam (3% HCl + 95% alcohol). Sebelum dekolorisasi dilakukan apusan didinginkan terlebih dahulu agar lapisan lipoid pada dinding sel mengeras kembali. Pada aplikasi dekolorisasi bakteri tahann asam akan resisten, warna primer tetap bertahan sehingga bakteri tampak berwarna merah. Pada bakteri tidak tahan asam pewarna primer sebagian besar tertahan oleh lapisan lilin dan larut ketika dilakukan dekolorisasi sehingga sel bakteri menjadi tidak terwarnai atau tidak berwarna.
c.       Pewarna kontras, dilakukan metilen biru. Sel bakteri tidak tahan asam yang tekah kehilangan warna primer akan menyerap pewarna terakhir ini sehingga berwarna biru. Sel bakteri tahan asam tetap berwarna merah.
Pewarnaan ini pelaksaannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan pemanasan dan tidak menggunakan pemanasan. Pada metode dengan pemanasan olesan preparat ditempatkan di atas hot plate, lalu diteteskan dengan meneteskan carbol fuchsin dicampur turgitol selama 3-5 menit. Setelah pemberian zat warna selesai, dilakukan pembilasan dengan air mengalir lalu dikeringkan. Selanjutnya preparat ditetesi dengan alcohol asam tetes demi tetes sampai alcohol yang mengalir tampak jernih. Terakhir preparat ditetesi dengan metilen blue selama dua menit, dikeringkan dan diamati di bawah Mikroskop.
4.    Pewarnaan Spora (Schaeffer-Fulton Method)
Sejumlah genus bakteri anaerobic seperti genera Clostridium dan Sulfomaclatum dan genusb aerobic seperti Bacillus merupakan contoh mikroorganisme yang memiliki kemampuan untuk eksis baik pada kondisi metabolisme aktif atau tidak aktif. Bentuk dalam kondisi metabolisme aktif disebut sebagai sel vegetative sedangkan dalam bentuk kondisi metabolisme tidak memungkinkan untuk melanjtukan aktivitas sel-sel ini mampu melakukan sporogenesis yang menghasilkan suatu bentuk intraseluler yang disebut endospore. Endospore diliputi oleh suatu lapisan yang sangat resisten yang disebut kulit spora (coats). Bila kondisi demikian berlangsung kontinyu ebndospora akan membebaskan diri dari sel vegetatifnya disebut spora. Kulit dri sora sangat tahan terhadap pengaruh merusak dari gangguan seperti umumnya sifat dari zat pewarna. Bila kondisi lingkungan kembali normal spora ini akan mengalami germanisasi kembali membentuk sel vegetative baru. Pewarnaan spora menggunakan 3 macam reagent.
a.       Pewarna primer, menggunakan Malachite green, yang diperlukan untuk mewarnai baik bagian vegetative maupun spora.
b.      Peluntur Spora, digunakan air mengalir. Pewarna primer yang diserap oleh spora tidak dapat dilunturkan dengan air.

5.   Pewarnaan Kapsul
Beberapa jenis bakteri dapat membentuk zat lender di sekitar tubuhnya. Kadang-kadang lender ini menjadi padat, sehingga merupakan bentuk yang tetap sebagian lapisan luar. Lapisan ini dikenal sebagai kapsul. Kapsul tidak mempunyai afinitas yang besar terhadap bahan-bahan cat basa. Beberapa kapsul mudah rusak oleh gangguan mekanis atau larut bila dicuci dengan air. Karena kapsul dari berbagai spesies berbeda dengan susunan zat-zatnya, maka tidak semua kapsul dapat diperlihatkan dengan proses pengecetan yang sama (Irianto, 2006).
Menurut Alkarim (2005), adapun beberapa pewarnaan kapsul digunakan 2 reagent sebagai berikut :
a.       Pewarnaan primer digunakan Crystal violet. Sel bakteri akan tampak sebagai titik kebiruan sedangkan kapsul tampak di sekelilingnya berwarna biru gelap.
b.         Peluntur dan pewarna kontras, digunakan copper sulfat 20%. Kapsul tidak mengandung ion oleh karena itu zat pewarna primer tidaklah berikatan secara kimia. Copper sulfate bertindak sebagai peluntur untuk menarik zat warna primer yang terserap oleh kapsul dan pada saat yang sama Copper sulfate akan diserap oleh materi kapsul sehingga memberikan warna kontras dengan sel bakteri. Kapsul akan tampak biru terang dan sel bakteri ungu gelap.
c.         Pada pewarnaan ini preparat yang digunakan adalah preparat yang dibuat dengan tidak menggunakan fiksasi panas. Preparat ini selanjutnya diteteskan dengan Crystal violet selama 5-7 menit lalu dengan Copper sulfat. Setelah preparat dibersihkan dilakukan pengamatan dengan mikroskop.







BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

A.      Waktu dan Tempat
Adapun praktikum mengenai Pengecatan/Pewarnaan Bakteri ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 25 Mei 2017 pukul 15.00 sampai dengan 16.30 WIB. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang.

B.       Alat dan Bahan
1.      Alat
Adapun alat-alat yang digunakan untuk praktikum Pengecatan/Pewarnaan Bakteri ini yaitu, Kaca Objek, Tisu, Jarum Ose, Mikroskop, Bunsen, Nampan, dan Peneras air.
2.      Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan untuk praktikum Pengecatan/Pewarnaan bakteri ini yaitu, Bakteri yang akan diuji, Aquades, Metilen Blue, Gentian Violet (kristal violet), larutan Iodium, alkohol 96%, dan larutan Safranin.

C.      Cara Kerja
1.      Ambil kaca object glass.
2.      Bersihkan object glass tersebut dengan tisu.
3.      Sterilkan jarum ose dengan dijilatkan pada api bunsen sampai merah bata.
4.      Lalu, ambillah bakteri yang akan diamati dengan menggunakan jarum ose yang sudah dipanaskan tadi.
5.      Oleskan pada kaca objek cukup dengan satu kali, sampai setipis mungkin agar pada saat diamati di bawah mikroskop tampak jelas.
6.      Fiksasikan dengan api bunsen (lewatkan di atas api bunsen 2-3 kali).
7.      Kemudian tetesi dengan pewarna kristal violet sebanyak 1 tetes, kemudian diamkan selama kurang lebih 1 menit. Setelah 1 menit, Cuci dengan aquades, dan keringkan dengan cara diangin-anginkan.
8.      Setelah kering, tetesi dengan larutan Iodin, diamkan selama 1 menit, dan cuci dengan aquades, dan keringkan.
9.      Tetesi alkohol 96% dan diamkan selama 1 menit, dan cuci kembali dengan aquades, dan keringkan kembali.
10.  Terakhir, tetesi dengan larutan Safranin dan diamkan selama 45 detik, dan cuci kembali dengan aquades, dan keringkan.
11.  Setelah itu, amati dengan menggunakan Mikroskop.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil
Tabel 1. Pengamatan Perwarnaan Bakteri
No
Gambar
Warna
Bentuk
1.







Merah
Kokus

E.Coli
2.







Merah
Spiral

Shigella
3.







Merah
Kokus

Shigella
4.







Merah, bintik-bintik
Kapang atau Jamur

Kapang

B.  Pembahasan
 Berdasarkan pengamatan tentang Pengecetan atau pewarnaan bakteri bahwa pada percobaan pertama adalah mengambil biakan bakteri dan meletakkan pada gelas objek yang sudah dibersihkan terlebih dahulu. Begitupun dengan jarum ose, harus dilakukan pembakaran terlebih dahulu sebelum menggunakan jarum ose. Setelah itu, meratakan sampel kemudian difiksasi. Setelah melakukan fiksasi, pewarnaan mulai dilakukan yaitu pertama meneteskan gram A (Kristal violet) pada permukaan preparat kemudian meratakan sampai tertutupi oleh kristal violet tersebut. Setelah 1 menit, preparat dicuci dengan air mengalir sampai bersih. Kemudian melanjutkan pewarnaan dengan meneteskan gram B (mordan lugol dan iodine) dan mendiamkan selama I menit kemudian preparat dicuci dengan air mengalir, setelah bersih dilanjutkan dengan meneteskan gram C (larutan peluntur) dan didiamkan selama 30 detik kemudian dicuci dengan air mengalir. Dan terakhir adalah meneteskan gram D (larutan safranin) pada permukaan preparat, setelah itu dicuci dengan air mengalir. Dan langsung mencuci dengan air mengalir. Setelah selesai melakukan pewarnaan, sediaan diamati dengan mikroskop.
Menurut Subandi, (2014), Dalam pengecatan sederhana, film bakteri diwarnai dengan satu jenis reagen-zat pewarna. Zat pewarna basa dengan kromogen yang bermuatan positif lebih mudah dikerjakan karena asam nukleat dan komponen dinding sel mikroorganisme bermuatan negative yang sangat kuat mengikat kromogen nation. Zat warna yang umum adalah mitilen biru, Kristal violet, dan karbon fuchsin. Akan tetapi, harus diperhatikan, zat-zat warna tersebut waktu pemakaiannya berbeda, karbol fuchsin memerlukan waktu 15-30 detik. krital violet 20-60 detik dan metilen biru 60-120 detik.
  Pada pengamatan kedua dengan perbesaran 10x10 dengan media SSA, terdapat bakteri Shigella berwarna merah berbentuk spiral. Sedangkan pada pengamatan yang ketiga dengan menggunakan SSA (Salmonella Shigella Agar) terdapat bakteri shigella berwarna merah, berbentuk kokus. Dan pada pengamatan keempat dengan menggunakan media SSA didapat bukanlah bakteri namun melainkan kapang atau jamur, hal ini dikarenakan kesalahan teknis saat pengambilan bakteri  dari media tersebut.
Menurut Alkarim (2005), pada pewarnaan negatif dibutuhkan zat pewarna asam seperti eosin dan nigrosin. Chromogen dari zat pewarna asam bermuatan negatif dan oleh karena permukaan sel bakteri juga bermuatan negatif, maka zat warna tidak dapat melakukan penetrasi ke dalam sel. Akibatnya sel bakteri yang tidak terwarnai dan yang terwanai adalah latar belakangnya saja. Sel bakteri yang tidak berwarna menjadi Nampak kontras dengan latar belakangnya yang berwarna. Pewarnaan negatif memiliki 2 keunggulan, yaitu pertama, karena fiksasi panas tidak dilakukan dan sel tidak menjadi target dari bahan kimia, maka bentuk dan ukuran sel bakteri yang teramati mencerminkan keadaan alaminya. Kedua, dapat diaplikasikan untuk mengamati jenis-jenis bakteri yang sulit diwarnai sseperti beberapa kelompok Spirillum.
Media yang digunakan terdiri dari EMBA (Eosin Methylene Blue Agar) dan SSA (Salmonella Shigella Agar) dan bakteri gram negatif yang digunakan berupa E. coli dan Shigella. Pada pengamatan pertama dengan menggunakan media EMBA, setelah melewati proses sebelum tahap pengamatan pada mikroskop, ternyata yang terlihat pada mikroskop berupa bakteri E.coli berwarna merah dan berbentuk kokus.
Menurut Irianto (2006). pewarnaan gram negatif ini pelaksanaannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan pemanasan dan tidak menggunakan pemanasan. Pada metode dengan pemanasan olesan preparat ditempatkan di atas hot plate, lalu diteteskan dengan meneteskan carbol fuchsin dicampur turgitol selama 3-5 menit. Setelah pemberian zat warna selesai, dilakukan pembilasan dengan air mengalir lalu dikeringkan. Selanjutnya preparat ditetesi dengan alkohol asam tetes demi tetes sampai alkohol yang mengalir tampak jernih. Terakhir preparat ditetesi dengan metylen blue selama dua menit, dikeringkan dan diamati di bawah Mikroskop. Pada pewarnaan ini bakteri gram negatif tampak berwarna merah.




BAB V
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Dapat di ketaahui dari hasil dan pelaksanaan praktikum  ini ada beberapa tipe pewarnaan, diantaranya ada   Pewarnaan sederhana, Perwanaan differential. Pewarnaan Gram, dan lain sebagainya. Pewarnaan ini pelaksaannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan pemanasan dan tidak menggunakan pemanasan. Pada metode dengan pemanasan olesan preparat ditempatkan di atas hot plate, lalu diteteskan dengan meneteskan carbol fuchsin dicampur turgitol selama 3-5 menit. Pewarnaan gram negatif ini pelaksanaannya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan pemanasan dan tidak menggunakan pemanasan dan sebagai contoh Pada  Pewarna primer, diguanan Carbol Fuchsin. Carbol fuchsin pewarna fenolik yang larut di dalam materi-materi lipoidal dan mampu melakukan penetrasi dan retensi sehingga sel berwarna merah


B.  Saran
Sebaiknya praktikum dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kesalahan dalam melakukan pengecetan atau pewarnaan bakteri serta diperoleh adanya bakteri, warna dan menjaga kesetrilisasian.


DAFTAR PUSTAKA

Akarim, Nazip. Mikrobilogi dasar. Palembang.  Fkip UNSRI

Dwidjoseputro. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan.

Irianto, Koes. 2012. Mikrobiologi. Bandung: CV.Yama Widya.

      Pelczar, Michael dan Chan. 2008.Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press.

Subandi. 2012. Mikrobiologi Perkembangan, kajian dan Pengamatan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.












No comments:

Post a Comment